Senin, 27 Agustus 2012

Sebulan berikutnya, sesuai kesepakatan, mereka bertemu lagi disebuah taman bermain anak-anak; duduk di ayunan yang bersebelahan; memandang langit malam dalam diam. Doni memecah keheningan, "Manda, inget proyek besar yang kemaren? kantor saya dapet lho tendernya."

"Wah, selamat ya!"

"Saya, dipromosiin, naik gaji naik pangkat."

"Selamat ya!!"

"Abis ini saya pengen belajar leadership. Pasti jawaban kamu selamat ya! lagi nih. pake nada dasar C minor." Doni iseng meledek reaksi Manda yang kurang variatif. Ia tahu, Manda menahan diri karena memendam sesuatu yang penting.

"Enggak ah siapa bilang? orang saya mau ngomen, 'Amboi, alangkah bagusnya'."

Mereka saling berpandangan ganjil lalu tertawa terpingkal-pingkal.

"Belajar leadership dimana? emang kamu mau s3?" akhirnya Manda bertanya juga. Doni menggeleng pelan. "Saya mau belajar leadership sama kamu".

"Kamu ngajak saya s3?"

"Lah bukan. Aduh gimana ya ngomongnya? Saudari Manda, maukan kamu, bangun pagi ngeliat saya, makan pagi eh ada saya lagi, pulang kantor loh kok nongol muka saya, sholat berjamaah imamnya saya, kalau flu yang bikinin bubur encer saya, pas lagi pms nggak ada yang bisa ditonjok ya terpaksa nonjok saya, kalau lagi ngidam yang beliin magnum saya, bagi tugas ganti popok sama saya, nyuruh saya yang jawab kalau anak-anak nanya pertanyaan jebakan kayak 'mama adik bayi datengnya dari mana', diskusi mengenai pilihan universitas mereka sama saya, lalu skip skip skip, sampai nyabutin uban saya, bikinin saya teh anget kalau masuk angin, yah semacam saya lagi saya lagi setiap hari?"

Pertanyaan Doni membuat Manda shock. setelah hening cukup lama, Manda akhirnya mengakui bahwa apa yang dipendamnya malam ini. "Saudara Doni, belakangan ini saya dekat dengan pemuda bernama Panji. DIa baik, bermasa depan cerah, wibawa, manis, Saya pikir saya cocok sama dia."

Doni tertunduk. Ia mempersiapkan semuanya jauh-jauh hari, mengantongi sepasang cincin disaku kiri, memilih kata-kata yang tidak berpotensi membuat manda ilfil atau muntah di tempat, dan menghabiskan satu bulan untuk merindukan Manda saja. Sejauh ini ia sudah mendengar kata 'Panji' dan 'cocok', dan besar kemungkinan akan muncul kata 'putus'.

"Tapi, setelah ditimbang masak-masak, I'm not worth enough for anyone but you, because you've been there, witnessed me growing, accepted me as me. It will sound like a cheesy line from a song of our local boyband, but I think, you know me so well and so do I. plus we heart each other hard, we agree on that."

"so, was that a yes?"

"nope, I'm going to correct your words. It's not; kamu lagi dan kamu lagi, tapi; cuma kamu dan cuma kamu. Ahhh, jadi cheesy kan," Manda melempar pandangangannya kejalanan, menyembunyikan wajah yang merah jambu.

"kamu nggak bosen sama saya?"

"Belum, eh, nggak akan pernah sih. Selama saya masih bisa menghargai hal-hal kecil yang kamu kasih."

"mau permen?"

"bukan 'kecil' itu, Doniiii. Dodol deh..."

Kinsia Eyusa Merry - Jenuh (Taste Buds, hal : 26-28)

Rabu, 01 Agustus 2012

Wanita itu

Wanita itu ibarat bunga, yang jika kasar dalam memperlakukannya akan merusak keindahannya, menodai kesempurnaannya sehingga menjadikannya layu tak berseri. Ia ibarat selembar sutra yang mudah robek oleh terpaan badai, terombang-ambing oleh hempasan angin dan basah kuyup meski oleh setitik air. Oleh karenanya, jangan biarkan hatinya robek terluka karena ucapan yang menyakitkan karena hatinya begitu lembut, jangan pula membiarkannya sendirian menantang hidup karena sesungguhnya ia hadir dari kesendirian dengan menawarkan setangkup ketenangan dan ketentraman. Sebaiknya tidak sekali-kali membuatnya menangis oleh sikap yang mengecewakan, karena biasanya tangis itu tetap membekas di hati meski airnya tak lagi membasahi kelopak matanya.

--dari status seorang teman